Muslim menyebut Tuhan mereka dengan kata ALLAH (اللّٰه).
Namun, kata ini juga muncul dalam Bibel terjemahan Bahasa Arab untuk merujuk kata Tuhan (sesuatu yang disembah dengan “T” besar) yang dalam Bahasa Inggris disebut “GOD”, bukan “god” atau tuhan (sesembahan) yang bisa berupa benda atau manusia/idola.
Pendakwah asal Amerika Serikat yang dulunya merupakan seorang pendeta, Syekh Yusuf Estes, menjelaskan bahwa “mau tak mau” Bibel yang diterjemahkan dalam Bahasa Arab harus menggunakan kata ALLAH (اللّٰه) untuk menyebut “GOD” atau “Sang Tuhan”, yakni Tuhan yang satu dan layak disembah.
Menurut dia, secara linguistik kata ALLAH (اللّٰه) merupakan keindahan dalam Islam yang mengandung penghormatan dan penghargaan atas martabat dan kemuliaan, dan tak ada kata lain yang sepadan dengannya.
Guna membahas topik ini secara ilmiah, Syekh Estes mengajak untuk melihat Bibel.
Terbitan Bibel yang paling populer diterbitkan oleh Gideons yang telah menerjemahkan kitab tersebut ke dalam berbagai bahasa seperti Urdu, Tamil, China, Korea, dan beragam Bahasa Afrika, termasuk Bahasa Arab.
“Ada sebuah contoh dari ayat Bibel Yohanes pasal tiga ayat 16. Dan Anda sangat tahu itu,” ujar Syekh Estes.
Bunyinya, “Karena Allah begitu mengasihi manusia di dunia ini”.
“Inilah permulaan ayat ini. Dan jika Anda lihat Bibel dalam Bahasa Arab, mereka menerjemahkannya, Allah,” jelas syeikh, seraya menambahkan, “Jadi, kalau bukan Tuhan yang sama mengapa (mereka menerjemahkannya seperti itu)?”
Guna meyakinkan pembahasan tentang terjemahan Bibel dalam Bahasa Arab, Syekh Estes menawarkan salinan Bibel tersebut yang dimuat dalam situsnya bernama Beauties of Islam (keindahan Islam): beautiesofislam.com.
“Halaman satu dari Kitab Kejadian merupakan bagian paling awal dari Bibel. Halaman satu memiliki 17 ayat. Dan ada kata Allah di sana. Alif Laam Haa, sebanyak 17 kali,” jelas syekh.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kata itu (Allah) adalah untuk Tuhan-nya anak-anak Israel, dalam Bahasa Arab.
“Dan itu adalah untuk kata Tuhan untuk orang-orang Arab yang beragama Kristen.”
“Kata itu juga untuk Tuhan yang sama bagi Muslim.”
“Kata itu adalah, Allah”.
“Mengapa Allah? Mengapa memggunakan kata yang sangat khusus ini?”
“Dan mengapa kita tidak punya kata yang sepadan dalam Bahasa Inggris?”, ujar syekh.
Dia melanjutkan, “Sekarang saya ingin menunjukkan etimologi dari kata ini.”
Menurut dia, kata ini berasal dari kata “Ilah”, dan “Ilah” berarti tuhan.
“Tapi tuhan ini diartikan sebagai apa? Segala sesuatu yang disembah. Apakah itu adalah sesuatu yang Anda bisa lihat atau tidak lihat. Sesuatu yang Anda sentuh atau tidak bisa disentuh. Sesuatu yang Anda bisa dengar atau tidak bisa Anda dengar. Tuhan bisa berarti apa pun. Tuhan bisa berupa sebongkah batu, sebuah tongkat, sebatang tulang. Tuhan dapat berupa sesuatu yang bisa Anda buat sendiri. Tuhan bisa berupa sesuatu yang muncul dari imajinasi Anda. Tuhan bisa berupa seorang manusia. Tuhan bisa beruapa apa pun,” kata syekh.
“Tapi tidak ada kata dalam Bahasa Inggris untuk kata Allah,” tegasnya.
“Jadi ketika Anda menerjemahkan kata Allah menjadi tuhan, Anda sebenarnya menghilangklan arti dari kata Allah,” lanjut dia, seraya menjelaskan itulah mengapa saat Anda menerjemahkan Bibel berbahasa Inggris ke dalam Bahasa Arab, Anda harus menggunakan kata Allah. Bukannya Tuhan (God) dengan huruf T (G) kapital,” ujar syekh.
“Dalam Bahasa Inggris mereka hanya menggunakan satu kata yakni tuhan (god) yang berarti sesuatu yang disembah. Bisa berupa idola, gambar-gambar, imajinasi, patung-patung. Bisa berupa manusia-manusia, bisa dalam bentuk apapun. Semua itu adalah tuhan dengan huruf t,u,h,a,n dengan huruf kecil.”
“Tapi ketika yang Anda maksudkan itu adalah Tuhan (God), Anda harus menuliskannya dengan huruf kapital T (G).”
“Sekarang apa yang terjadi jika Anda akan memulai kalimat dengan kata Tuhan (God)?”
“Anda harus menuliskannya dengan huruf kapital T (G) bukan?”
“Jadi Anda tak akan tahu apakah tuhan itu adalah…Tuhan (God) dengan T (G) kapital atau tuhan dengan t (g) kecil. Jadi hanyalah tuhan (god) dalam bentuk apapun.”
“Anda tak akan pernah tahu.”
“Selain itu, ketika Anda sedang bicara kepada seseorang, mereka tidak melihat huruf-huruf yang Anda ucapkan.”
“Jadi saat Anda ucapkan, Tuhan (God)…”
“Tuhan yang mana yang Anda bicarakan?”
Syekh melanjutkan, “Dalam Bahasa Arab hal ini sangat jelas karena saat Anda mengatakan Ilah, berarti Anda bicara tentang tuhan (god).”
“Dan Allah adalah Ilah.”
“Tapi juga merupakan Al Ilah, satu-satunya Ilah.”
“Dan ketika Anda ucapkan Allah, kata ini menegaskan pengertiannya.”
“Tak ada keraguan sedikit pun dalam pikiran seseorang bahwa Anda memang sedang berbicara tentang Tuhan (God) yang satu dan satu-satunya.”
Mengenai kata Allah dalam Bahasa Arab, syekh menjelaskan bahwa kata itu tidak dapat dibuat dalam bentuk jamak.
“Kata ini tidak pernah bisa lebih dari satu.”
“Jadi hal ini sesuai dengan kekhususan Tuhan dari orang-orang yang beriman.”
“Karena tidak ada lebih dari satu Tuhan, Dia hanya satu.”
“Tidak ada Tuhan selain Tuhan.”
Menurut Syekh Estes, Allah (اللّٰه) juga tidak bisa dibuat sebagai perempuan atau laki-laki.
“Tidak ada jenis kelamin untuk kata ini (Allah).”
“Dalam Bahasa Arab semua kata memiliki jenis kelamin (gender).”
“Tapi kata khusus ini hanya memiliki gender (dengan kata ganti bersifat laki-laki) karena Bahasa Arab, bukan karena Allah memiliki jenis kelamin.”
Syekh memberikan contoh, “Ada kata seperti ‘Allahu’ (اللّهُ)”.
“Kata ini berarti, Allah Dia (laki-laki).”
“Tapi ketika kita bilang ‘Dia’ (laki-laki), hal ini untuk memuji Allah. Karena Allah tidak memiliki gender. Karena Dia tidak sama dengan makhluk-Nya. Bukan laki-laki, bukan perempuan.”
Syekh menambahkan contoh lain dalam Al-Qur’an, “Ketika Allah sedang bicara tentang Dirinya, Anda akan temukan kata “Nahnu” yang berarti kami”.
“Dan Allah merujuk Dirinya sebagai “Nahnu” (نحْنُ)”.
“Dia juga mengatakan “Khalaqna” (خلَقْنَا). Apa artinya itu?. Dia mengatakan, “Kami ciptakan”.
“Dan di Al-Qur’an Anda akan temukan Allah merujuk Dirinya sebagai: “Kami, punya Kami”.
“Jadi, kalau Allah tidak jamak, apa artinya ini?”
“Sesungguhnya, ini adalah Kami yang bersifat kebangsawanan (Royal We), yang digunakan oleh seorang raja atau ratu ketika mengumumkan sebuah keputusan.”
“Kata ini ada dalam Bahasa Inggris sehingga Anda bisa memahaminya.”
“Misalnya: Sang raja berseru, “Kami umumkan keputusan sebagai berikut”, dan dia sedang berbicara tentang dirinya sendiri”.
“Ini adalah Kami kebangsawanan (Royal We).”
Selanjutnya Syekh Estes berkata, “Sebagian besar dari kita, termasuk saya sendiri, tidak pernah bertemu dengan seorang raja atau ratu.”
“Saya tidak begitu familiar dengan penggunaan kata Kami kebangsawanan ini, walau memang ada istilah ini.”
“Sehingga, dalam mempelajari Bahasa Inggris kita temukan bahwa memang kita gunakan kata itu ketika berbicara dengan seseorang secara langsung.”
“Perhatikan ini, ketika saya bilang, misalnya, cangkir ini (this cup). Saya akan bilang, Ini adalah sebuah cangkir” (this is a cup).”
“Ini adalah secangkir teh (this is a cup of tea).”
“Saya bilang, buku ini adalah (this book).”
“Saya bilang, artefak-artefak itu adalah” (those artefacts).”
“Itu semua adalah (those are), ini adalah (this is), ini semua adalah (these are).”
“Jadi saya bilang is dan are.”
“Sekarang ketika saya bicara dengan seseorang, bagaimana saya mengucapkannya?”
“Saya akan katakan, Kalian semua adalah … (All of you are).”
“Tapi ketika saya bicara langsung dengan seseorang, apakah saya akan bilang, Kamu adalah (You is) atau Kamu adalah (You are)?”
“Saya akan bilang, Kamu adalah (You are)?”
“Kenapa?”
“Karena sederhananya ini adalah bentuk penghormatan, penghargaan dan martabat yang saya berikan. Tak ada unsur jamak dalam hal ini ketika saya bilang ke Anda, Anda adalah teman saya (You are my friend).”
“Kamu adalah orang yang baik (You are a lovely person).”
“Kenapa saya bilang are, bukannya is?”
“Kamu adalah teman saya (you is my friend). Kamu adalah orang yang baik (you is a lovely person).”
“Pasti Anda akan bilang, ‘Orang ini tidak paham Bahasa Inggris’.”
Sesungguhnya, inilah cara kita dapat memahami penggunaan “Kami” (We) dan “Punya Kami” (Our) ketika Allah sedang bicara mengenai Dirinya sendiri.
“Sama seperi ketika saya bilang, saya (I). Saya tidak mengatakan saya (I is), tapi, saya (I am).”
“Lagi-lagi hal ini menunjukkan “sang”… bukannya kata yang jamak, melainkan kehormatan dan martabat dan kemuliaan yang istimewa, yang Anda berikan kepada seseoang yang sedang bicara tentang dirinya sendiri, dan kepada seseorang yang sedang berbicara dengan kita.”
Menurut Syekh Estes, hal tersebut adalah cara yang sama, yang Allah ﷻ lakukan ketika Dia berkata Nahnu dan Khalaqna, dan kata-kata yang lain dalam Al-Qur’an.
“Jadi kita sudah paham bahwa nama Allah itu sendiri adalah nama yang sempurna bagi Allah ﷻ.”
“Kata ini adalah sesuatu yang menakjubkan untuk menggambarkan siapa Dia dan sifat-sifat yang tidak mungkin melekat (lemah) pada-Nya.”
“Tuhan yang satu dan satu-satunya.”
“Tak ada satu pun yang menyerupai-Nya.”
“Tak ada satu pun yang dapat menyamai-Nya, dan pada saat yang sama, martabat, kebangsawanan, penghormatan terkandung di dalam nama-Nya.”
“Berbeda dari yang lain, bukan laki-laki, bukan perempuan, tapi Dia adalah Allah, satu-satunya Tuhan.”
Penulis: Share Salaam
Tulisan ini diolah dari video Syeikh Yusuf Estes berjudul ‘Allah mentioned in the Bible’ yang dipublikasikan di YouTube oleh MercifulServant.