Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Lebaran keluarga Inggris-Afrika-Indonesia di negeri Big Ben

Valentine Park di London, tempat pelaksanaan sholat Ied 1440 Hijriyah. (Yumna Umm Nusaybah)

Kisah para perantau merayakan Idul Fitri di negeri orang, terutama di wilayah berpenduduk Muslim minoritas, selalu menarik.

Yumna Umm Nusaybah, seorang Indonesia yang telah 15 tahun menetap di London, Inggris bersama suaminya yang berdarah Inggris-Afrika bersama dua putri dan satu putra mereka bercerita bagaimana keluarga mereka menyambut dan merayakan Idul Fitri di kota tersebut.

Berikut ini adalah kisah Yumna yang menyandang gelar dokter dari Universitas Airlangga, Surabaya tentang ramainya berlebaran di London.

Lebaran keluarga Inggris-Afrika-Indonesia di negeri Big Ben
Ilustrasi. (Aron Van de Pol on Unsplash)

“Kisah ku ini tak akan mewakili gambaran perayaan Idul Fitri di seluruh Inggris.

Karena aku tinggal di London maka Inggris yang aku maksud adalah London.

Namun London itu luas! Jadi harus aku kerucutkan lagi. Kisah ini adalah pengalaman berlebaran di London bagian timur, tempat di mana aku tinggal bersama suamiku, serta anak-anakku, Nusaybah, 9 tahun; Rumaysa, 6 tahun; dan Hudayfah, 3 tahun.

London timur adalah area dengan jumlah muslim terbesar di kota ini. Di sinilah Muslim menjadi mayoritas.

Makanya, pengalamanku ini tak akan sama dengan, misalnya, kawan yang tinggal di London bagian barat dimana Muslim adalah minoritas.

Kalau ada teman Inggris bertanya, “Yumna, tell me How is Eid in Indonesia?”

Maka jawabanku pasti seputar apa yang aku alami, lihat di televisi dan mengingat tradisi yang pernah aku ikuti. Tentu jawaban ini tidak akan mewakili dan menangkap wajah seluruh Indonesia.

Aku sebut ini sebagai skewed view yang berarti setiap pandangan/ opini/ pengalaman akan selalu bias karena ditulis dan/atau ditutur berdasarkan sudut pandang tertentu, salah satunya adalah pengalaman pribadi si penulis.

Jadi, kalau ada yang ingin mendapat informasi lengkap atau gambaran Ied di London dengan akurat, maka harus membaca dari banyak blogger dan sumber.

Dengan begitu, you can put all the pieces together to find the most accurate description. Ini adalah hukum alam dari cara mendapatkan informasi akurat.

Jadi begini…

Ied 1440 Hijriah kali ini diawali dengan kebingungan.

Seperti biasa, kami mendapat kabar terlihatnya hilal Syawal sebelum maghrib karena kami di belahan paling barat. Di sinilah sunset terakhir terjadi. Sedangkan saudara-saudara di Malaysia, Australia, Indonesia dan Timur Tengah sudah bisa menetapkan apakah hilal Syawal telah terlihat ataukah belum.

Kebanyakan dari masjid besar di London mengikuti keputusan rukyat Arab Saudi. Entah mengapa.

Kalau Idul Adha rukyat penduduk Makkah seharusnya menjadi acuan.

Namun untuk Idul Fitri, tidak ada syariat yang menyatakan harus mengikuti rukyat Saudi.

Berhubung Saudi menyatakan mereka mengikuti rukyat dan bukan hisab, ditambah lagi mereka sudah bersaksi telah melihat hilal dan mengumumkan kepada khalayak ramai, maka aku putuskan untuk mempercayainya.

Meskipun secara hitungan astronomi, tidak mungkin mereka melihatnya. Inilah sumber kebingungannya.

Sebelum adzan Maghrib semua masjid besar sudah mengumumkan bahwa sholat Ied dilaksanakan pada hari Selasa (4 Juni 2019). Artinya malam ini sudah masuk 1 Syawal 1440 Hijriyah.

Panik dimulai!

Hadiah belum ada yang dibungkus. Rumah belum dirapikan. Dekorasi lebaran belum terpasang. Akhirnya semuanya dilakukan malam itu juga.

Aku dan suami berbagi tugas. Aku bagian merapikan rumah, sementara suamiku menyeterika baju.

Takbir tidak menggema dari masjid-masjid, rumah-rumah dan orang-orang yang mengumandangkannya di sepanjang jalan seperti di Indonesia.

Takbir menyambut Idul Fitri di Inggris dilakukan secara pribadi, di rumah sendiri.

Beruntung sekali besok kami ada undangan makan siang dan makan malam dari beberapa kawan. Jadi acara masak-masak tidak seheboh orang kebanyakan.

Semua pekerjaan selesai ketika jam menunjukkan pukul 4 pagi.

Phew!

Artinya semua pekerjaan tuntas dalam waktu 4-5 jam. Sekali dalam setahun, tak apa lah.

Selesai sholat Subuh, kami beranjak tidur.

Sholat Ied dijadwalkan pukul 10 pagi.

Ada banyak sekali pilihan tempat. Mulai dari sholat di masjid dengan beberapa pilihan waktu hingga di taman yang luas.

Kami memilih sholat di taman Valentine Park karena jaraknya sangat dekat dari rumah dan sholat akan di pimpin Mufti Menk yang tersohor.

Ternyata sholat Eid ini disiarkan langsung oleh Channel TV Islam di Inggris, Eman TV.

Pukul 7.30 pagi semua bangun, kemudian mandi, sarapan sereal dan berganti pakaian.

Pukul 8:30 kami berangkat.

Sesampai di taman semua parkir gratis sudah penuh, dan hanya tersisa yang berbayar. Itu pun harus kembali dalam waktu 2 jam!

Maka kami putuskan parkir di dalam taman dengan membayar 5 pound (sekitar 97.000 rupiah) hingga sholat Ied selesai.

Setelah mobil aman terparkir, kami berjalan beriringan dengan tetangga yang kebetulan parkir di belakang mobil kami.

Suami ku mencari shaf terdepan, sementara aku bersama anak anak dan tetangga berada di shaf belakang.

Rerumputan sudah ditutup dengan plastik tebal sebagai penanda batas shaf.

Panitia meminta para jamaah untuk mengantre sembari mengarahkan ke mana kami bisa duduk. Ini cara mereka untuk mengatur shaf supaya rapi dan rapat.

Sajadah kami bentangkan, kemudian duduk sambil mendengar seruan takbir dan bacaan Al-Quran.

Lebaran keluarga Inggris-Afrika-Indonesia di negeri Big Ben
Umat Islam di London, Inggris berkumpul saat pelaksanaan Sholat Ied di sebuah lapangan pada 1 Syawal 1439 Hijriyah (2018). (Yumna Umm Nusaybah)

Setengah jam kemudian, titik-titik air mulai jatuh.

Panitia panik karena ada sederetan Shuyukh yang rencananya akan memberikan sambutan.

Namun para jamaah meminta sholat segera di mulai.

Akhirnya, panitia menyetujuinya. Pukul 10.10 salat Ied dimulai. Beberapa saat kemudian hujan juga berhenti sehingga kami bisa menikmati khotbah Ied.

Setelah semua sesi selesai kami langsung menuju mobil.

Jarak rumah dan taman yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu 10 menit, hari itu harus ditempuh dalam waktu satu jam.

Sesampai di rumah, tidak ada acara sungkeman, hanya foto bersama dan membuka hadiah.

Anak anak bahagia sekali mendapat kejutan tahun ini.

Setelahnya, kami anjang sana ke tetangga. Ngobrol sebentar sembari makan biskuit asli Aljazair. Dari sana, kami sholat Zuhur dan langsung meluncur ke rumah teman untuk makan siang.

Di rumah kawan berdarah Bangladesh yang lahir dan besar di London, kami disuguhi beraneka ragam menu khas negeri itu: biryani, kari ayam, kari daging, samosa, kebab dan berbagai manisan.

Anak anak pun senang karena ada teman bermain. Sembari makan, kami mengobrol dan bercanda. Mereka sudah seperti keluarga di tanah rantau ini.

Pukul 4 sore kami pulang ke rumah. Anak anak tertidur di mobil. Padahal ada undangan makan malam setelah ini (nampak banget emaknya yang ngotot dan semangat).

Usai sholat Asar di rumah, perjalanan dilanjutkan ke East Ham untuk memenuhi undangan seorang kawan Indonesia yang menikah dengan lelaki Bengali.

Menu yang dia masak adalah lontong lodeh dan rendang. Mantap dan cukup menjadi tombo kangen lebaran di Indonesia.

Acaranya masih sama, mengobrol dan bercanda hingga pukul 8 malam.

Pukul 9 kami tiba di rumah, sesaat sebelum waktu Maghrib masuk.

Setibanya di rumah, semua lelah dan langsung beranjak tidur.

Esoknya kami di rumah seharian. Aku habiskan menelepon keluarga di Indonesia. Bercengkrama dan bercanda lewat kamera ponsel.

Alhamdulillah atas teknologi ini karena meski kami berjauhan dan tak berada di tempat yang sama, foto dan video call membuat kami merasa ada di tengah tengah mereka.

Banyak teman Indonesia yang merayakan Idul Fitri di Wisma Nusantara yang merupakan kediaman Duta Besar Indonesia untuk Inggris Raya dengan menunaikan sholat Ied dan makan opor ayam yang disediakan oleh KBRI.

Ada juga yang menghabiskan waktunya bersama keluarga besar usai sholat di masjid.

Yang menarik masjid di sini biasanya menggelar 3-4 kali sholat Ied dalam sehari guna mengakomodasi jumlah Muslim yang banyak di tempat yang kapasitasnya terbatas.

Ada juga yang mengorganisir Ied untuk para mualaf yang tidak punya keluarga untuk merayakan Ied bersama. Banyak anjuran untuk mengundang mereka supaya mereka tidak kesepian dan sedih di hari yang seharusnya seluruh Muslim berbahagia.

Bagaimana dengan Ied para pembaca?

Dari kami di London mengucapkan Selamat Merayakan Idul Fitri 1440H. Ied Mubarak!

Taqabalallahu Minna wa minkum. Semoga Allah ﷻ menerima semua amal kita.”

London, 4 Syawal 1440 H/ 7 Juni 2019

Tulisan ini bersumber dari karya Yumna Umm Nusaybah, anggota Revowriter, London yang diunggah di akun Facebooknya, dengan perubahan tanpa mengubah makna.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *